Pemerintah segera mengubah definisi dari kelas ekonomi sehingga kereta ekonomi berpenyejuk udara (AC/air conditioner) boleh menerima dana subsidi kewajiban pelayanan umum. Perubahan disesuaikan dengan tuntutan zaman dan juga permintaan pelayanan dari masyarakat.

"Saya dan Menteri Perhubungan juga sudah berpikir ke arah yang sama. Kereta ekonomi AC memang merupakan kebutuhan dasar masyarakat," kata Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub) Bambang Susantono hari Selasa (17/4/2012) di Jakarta.

Wamenhub menanggapi usulan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) Ignasius Jonan untuk menambah alokasi dana subsidi kewajiban pelayanan umum (public service obligation/PSO). Apabila PSO untuk kereta rel listrik (KRL) di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) ditambah menjadi sekitar Rp 350 miliar, dijanjikan oleh Dirut PT KAI, semua kereta yang beroperasi dilengkapi dengan AC.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tundjung Inderawan juga mendukung usulan PT KAI untuk menambah anggaran PSO. Usulan dari PT KAI juga langsung akan ditujukan kepada Kementerian Keuangan karena sumber dananya berasal dari Mata Anggaran 999 Kementerian Keuangan.

"Perihal perubahan KA ekonomi non-AC menjadi AC sudah diprogramkan Kementerian Perhubungan sejak tahun 2011, dengan membangun 10 trainset (40 unit) KRL bantuan Pemerintah Jerman," kata Tundjung Inderawan.

Untuk jarak jauh telah dioperasikan KA ekonomi AC Gajah Wong (Pasar Senen-Lempuyangan, Yogyakarta) dan KA ekonomi AC Bogowonto (Pasar Senen-Kutoarjo). Animo masyarakat cukup tinggi karena tarifnya lebih murah daripada tarif angkutan bus antarkota antarprovinsi.

"Berapa tarifnya? Tentu saja harus ada survei independen untuk menemukan di harga berapa, pengguna kereta mampu (ability to pay), dan mau (willingness to pay) tiket kereta api," ujar Bambang. Tarif kereta yang terlalu murah, kata Bambang, juga tidak adil terhadap angkutan darat lainnya, seperti bus.

Kereta komuter

Dihubungi secara terpisah, Jonan mengatakan, PT KAI diwakili PT Kereta Commuter Jabodetabek sedang menyurvei kemampuan dan kemauan untuk membeli tiket kereta api. Fokus sementara adalah untuk harga tiket kereta komuter karena fokus pembenahan adalah untuk kereta api komuter.

Namun, Wamenhub mengingatkan, pemerintah daerah atau badan usaha milik negara juga harus mengintegrasikan kereta dengan angkutan feeder lainnya. "Penumpang kereta api di Jabotabek sementara ini juga sekitar 500.000-an, jadi harus dipikirkan optimalisasi dan alternatif transportasi lainnya," ujarnya.

Ditemui hari Senin lalu, Jonan sudah menjanjikan pembelian KRL dengan AC bila pemerintah mau menambah PSO. Dana PSO itu dibutuhkan untuk menutup selisih antara biaya produksi dan kemampuan masyarakat untuk membeli tiket kereta api. Jadi, ketika PSO tersedia sesuai dengan permohonan PT KAI, sebenarnya PT KAI sendiri yang membelikan sarananya.

Selama ini, PT KAI selalu membeli kereta penumpang dari Jepang. Kereta tersebut biasanya dioperasikan untuk kereta api bawah tanah di Tokyo. Hal demikian yang juga memengaruhi mengapa adakalanya temperatur di KRL Jabodetabek tidak terlalu dingin. Belum lagi bila pintu kereta api diganjal oleh penumpang lain.

Mengapa PT KAI hanya membeli kereta bekas? "Kalau mau kereta baru, tentu hitungannya berbeda," ujar Jonan. Harga satu KRL bekas "hanya" Rp 800 juta, sedangkan harga satu KRL baru yang sebenarnya dapat dibuat di PT Industri Kereta Api (Inka) mencapai Rp 8 miliar per unit, atau 10 kali lipat dari harga kereta bekas.
===
Keretanya tetep ekonomi cm nambah AC didalam, AC alam kali :)


linknya

mamamiyauw 18 Apr, 2012